Kamis, 22 Maret 2012

SLI = SOLUSI DALAM MENEKAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM ?


SLI atau Sekolah Lapang Iklim merupakan modifikasi dari kegiatan SLPHT yang memfokuskan pembelajaran melalui kegiatan praktek langsung di lapangan tentang pengelolaan agroekosistem dari aspek iklim.
Tujuan SLI adalah Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan petani dalam memanfaatkan informasi iklim untuk melakukan antisipasi dan adaptasi perubahan iklim dalam kegiatan budidaya tanaman; Meningkatkan kemampuan petani dalam penanganan dampak perubahan iklim (banjir dan kekeringan) di lahan usaha taninya sehingga dapat mengurangi risiko kehilangan hasil.
Kita semua tahu, proses budidaya pertanian tanaman pangan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain tanah, varietas tanaman, teknik budidaya, unsur iklim/cuaca dan interaksi diantara faktor-faktor tersebut. Unsur iklim/cuaca mempunyai peran yang sangat penting dalam proses budidaya tersebut, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Unsur iklim/cuaca yang sangat penting pengaruhnya terhadap keberhasilan sistem budidaya di daerah tropis (Indonesia khususnya) adalah curah hujan sebagai sumber air utama. Tetapi pada keadaan ekstrim, curah hujan yang sangat berlebihan pada musim hujan dapat menimbulkan bencana alam banjir, dan sebaliknya jumlah curah hujan yang sangat kurang pada musim kemarau dapat menimbulkan bencana alam kekeringan. Kedua jenis bencana alam tersebut, dapat menimbulkan penurunan produksi dengan intensitas dan luasan yang berbeda-beda pada setiap tahunnya.
Secara umum, petani melakukan budidaya tanaman hanya berdasarkan kebiasaan dan asumsi pada kondisi iklim yang normal. Petani tidak memiliki kemampuan dalam menganalisa dan memanfaatkan data dan informasi iklim dalam proses budidaya tanaman. Apabila suatu waktu terjadi perubahan iklim seperti cuaca ekstrim, petani tidak mampu berbuat banyak, Karena tidak memiliki kemampuan ataupun kurangnya pengetahuan tentang terjadinya perubahan iklim tersebut. Kondisi iklim (cuaca) yang sangat fluktuatif (ekstrim) saat ini dipengaruhi perubahan iklim global, selain perubahan agroekosistem yang mempengaruhi keadaan iklim mikro.
Perkembangan unsur iklim/cuaca, khususnya curah hujan saat ini telah menuntut kita untuk melakukan inovasi teknologi budidaya tanaman, sehingga dampak perubahan iklim/cuaca  tersebut dapat diminimalkan. Sebagai contoh, pengolahan lahan menggunakan sistem “surjan” pada daerah genangan. Sehubungan dengan hal tersebut, upaya peningkatan pengetahuan dan kemampuan masyarakat petani dalam memahami hubungan antara unsur iklim dengan pertanian mutlak dilaksanakan keberhasilan pemanfaatan unsur-unsur iklim dalam proses budidaya tanaman berbanding lurus dengan tingkat kemampuan SDM perlindungan tanaman.
Lewat kegiatan SLI diharapkan dapat meningkatkan kemampuan petugas dan petani dalam merencanakan kegiatan usahataninya melalui pengembangan keterampilan terapan, pengkajian agroekosistem secara sistematis mulai dari persiapan lahan sampai pasca panen.  Melalui kegiatan tersebut akan tersusun sistem pertanaman (waktu dan pola tanam) berdasarkan hasil analisis data empiris perkembangan iklim. Dengan demikian, luas areal yang terkena dampak perubahan iklim (banjir atau kekeringan) dapat diminimalkan.
Di Kalimantan Selatan Bencana alam banjir pada tanaman padi selama Tahun 2011 seluas 8.150,57 ha, diantaranya  puso seluas 917,5 ha. Pada persemaian sebanyak 122.481,3  kg benih, diantaranya puso 34.052 kg benih. Sedangkan bencana alam kekeringan pada tanaman padi selama seluas 5.180,8 ha dan puso  seluas 456,3 ha.
Dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan kemampuan petani dalam menganalisis serta memanfaatkan data dan informasi unsur iklim/cuaca dalam proses usahataninya, pada Tahun 2012 SLI di Kalimantan Selatan  sebanyak  22 unit terdiri 7 unit dari APBN dan 15 unit dari APBD,
Lokasi SLI 2012 di Kalimantan Selatan
No
Kabupaten
SLI
APBN
APBD
Jumlah
1
Tabalong
1
1
2
2
HSU
1
1
2
3
HST
1
3
4
4
HSS
1
3
4
5
Tapin
0
1
1
6
Tanah Laut
0
1
1
7
Barito Kuala
1
2
3
8
Tanah Bumbu
1
2
3
9
Kotabaru
1
0
1
10
Banjarbaru
0
1
1






JUMLAH
7
15
22


Prinsip dalam SLI dapat digunakan di mana saja, disesuaikan dengan daerah secara spesifik lokasi, seperti:
1.  Budidaya tanaman sesuai dengan iklim setempat/spesifik lokasi
a.  Mengembangkan kalender tanam/pola dan waktu tanam sesuai dengan iklim setempat/spesifik lokasi.
b.  Mengelola dan menyesuaikan pengairan/jaringan irigasi.
c.   Memilih bibit yang sehat dari varietas yang tahan banjir/kekeringan/salinitas.
d.  Memanfaatkan lahan rawa lebak dan pasang surut
2.  Pelestarian/konservasi alam/lingkungan
a.  Mengelola dan membuka lahan tanpa bakar
b.  Memelihara dan menanam pohon
c.   Memelihara keseimbangan lingkungan lahan untuk menekan kerusakan alam dengan 1) pengendalian OPT menggunakan mekanis, pestisida botani, dan agens hayati; 2) mulsa organik; 3) pupuk organik; 4) pestisida secara bijaksana.
3.  Pengamatan berkala unsur iklim
a.  Mengamati kondisi suhu, kelembaban udara, curah hujan, dan air tanah pada lahan pertanaman.
b.  Mempelajari hubungan antara kondisi iklim (suhu, kelembaban udara, curah hujan, dan air tanah) dengan perkembangan Organisme Penganggu Tumbuhan (OPT) dan tanaman.
c.   Menganalisis keadaan dan pengambilan keputusan dalam pengelolaan budidaya tanaman.

Peserta SLI diberikan alat pengamatan, berupa “penakar curah hujan dan penguapan sederhana” 1 set dipasang di dekat lahan belajar, kemudian pengamatan dilakukan oleh salah satu peserta; kemudian secara berkelompok (peserta dibagi 5 kelompok) diberi tugas melakukan pengamatan curah hujan sebanyak 1 unit, serta melakukan pengamatan unsur cuaca/iklim lain  (secara visual); dan melakukan pengamatan keadaan agroekosistem lahan masing-masing. Pengamatan unsur cuaca lain dapat dilakukan secara visual/manual.
Alat penakar curah hujan standar (tipe observatorium)  diamati oleh PHP – dimana hasil pengukuran dipergunakan untuk kalibrasi data hasil pengukuran oleh petani
Pelaksanaan SLI di Kalimantan Selatan dilaksanakan sebanyak 13 kali pertemuan selama satu musim tanam terdiri dari 1 kali pertemuan koordinasi, 11 kali pertemuan dasarian dan 1 kali field day. Pertemuan belajar bersama dilakukan secara berkala 10 hari sekali, dengan waktu efektif 6 jam pertemuan.
Peserta SLI juga diajak Field Trip ke Stasiun Klimatologi. Tujuannya adalah melihat langsung alat pengukur unsur cuaca/iklim yang standar dan cara mengukurnya ke Stasiun Klimatologi (BMKG Banjarbaru); memberikan pemahaman yang lebih baik pentingnya data iklim dan pemanfaatannya pada berbagai sektor;  dan membuka wawasan petani tentang kegiatan usahatani yang dilakukan di daerah lain.
Jika ada yang bertanya : Benarkah SLI adalah sebuah cara dan atau solusi untuk untuk menekan dampak perubahan iklim?”

Jawabannya adalah : “Semoga dengan dilaksanakannya SLI di lokasi yang sering langganan banjir/kekeringan dapat diminimalkan karena lewat SLI petani diberikan pemahaman informasi iklim untuk mengelola usahataninya”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar